Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Peradaban Islam

Peradaban Islam berperan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini disebabkan Islam memandang ilmu pengetahuan sebagai sarana penedekatan diri kepada Allah SWT. Islam juga mengajarkan seluruh umatnya agar menuntut ilmu. Sebagaimana Kewajiban Menuntut ilmu seorang muslim adalah wajib tercatat dalam sebuah hadits, 

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah no. 224, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Al Albani dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir no. 3913).

Hal inilah yang mendorong ilmu pengetahuan dalam peradaban islam. Selanjutnya kita akan membahas tokoh-tokoh yang berperan dalam perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dalam peradaban islam di berbagai zaman. Berikut adalah tokoh-tokohnya.

  1. Al-Khawarizmi

Muhammad ibn Musa al-Khwarizmi lahir sekitar tahun 780 di Khwarezmia (Sekarang Khiva, Uzbekistan). Saat masih kecil keluarganya pindah ke Baghdad, Irak.

Pada masa pemerintahan Al Ma’mun, Baghdad menjadi pusat pembelajaran dengan akademi ‘Bait Al Hikmah‘ yang menarik banyak sarjana, termasuk Al Khawarizmi. Al Khawarizmi pindah ke selatan Baghdad dan mulai menerjemahkan karya Yunani sebelum mempelajari aljabar, geometri, dan astronomi. Dipengaruhi oleh Abu Kamel, Al Khawarizmi kemudian mengembangkan beberapa cabang matematika.

2.  Al-Battani

Abu Abdullah Muhammad bin Jabir bin Sinan AL-Battani Al-Harrani As-Sabi lahir pada  tahun 858 Harran dekat Urfa (Wilayah Turki modern).

Di Raqqah, Al-Battani mempelajari naskah kuno Ptolomeus dan menemukan aphelium, titik terjauh bumi dari matahari. Temuannya berbeda dengan Ptolomeus dan ahli Yunani kuno lainnya.

Al-Battani berkontribusi dalam memperbaiki tatanan tata surya dan mengembangkan teori Ptolomeus. Ia memperkirakan panjang tahun sebagai 365 hari 5 jam 48 menit dan 24 detik, dengan kesalahan kurang dari tujuh perseratus persen.

3.  Ibnu Sina

Ali al-Husain bin Abdullah bin al-Hasan bin Ali bin Sina lahir pada 980 di Afsyanah daerah dekat Bukhara (sekarang wilayah Uzbekistan).

Ibnu Sina mulai mempelajari ilmu medis pada usia 13 tahun dan menjadi dokter terkenal pada usia 18 tahun setelah berhasil menyembuhkan Penguasa Samanids, Nuh Ibnu Mansour. Ia diberi akses ke perpustakaan sultan untuk penelitiannya, dan setelah ayahnya wafat, ia pindah ke Jurjan untuk mengajar logika dan astronomi.

 Kemudian, ia melanjutkan perjalanan ke Rey, Hamadan, dan Isfahan, di mana ia menyelesaikan tulisan-tulisan epiknya.

 

4.  Al-Haytham 

Al-Hasan Ibn al-Haytham lahir di Basra, Irak, pada tahun 965, pada masa kejayaan peradaban Islam. Ia pindah ke Kairo di bawah Dinasti Fatimiyah, dan sempat dikurung selama 10 tahun oleh Khalifah Al-Hakim setelah proyek pengendalian aliran Sungai Nil yang diusulkannya gagal. Setelah bebas, ia mencari nafkah dengan menyalin manuskrip. Ibn al-Haytham menulis banyak karya tentang cahaya, termasuk Kitab al-Manazir, yang membahas senja, bayangan, dan fenomena cahaya lainnya. Karyanya menjadi dasar penting dalam perkembangan ilmu optik. Ia meninggal sekitar tahun 1040.